Perhatian !

Tulisan yang anda lihat sekarang ini, adalah kumpulan dari laporan tugas serta laporan praktikum dan lain hal yang telah penulis publikasikan.

Silahkan mengutip dan mengambil informasi dari tulisan ini, dengan memastikan sumber dan sitasinya diikutsertakan dalam penggunaan tulisan ini.

Kesalahan serta penyalahgunaan isi tidak ditanggung kami.
Terimakasih.Hormat kami
Indonesia Ocean Defender

(marine reporter)

Rabu, 06 Juli 2011

-PETISI-
SURAT PERNYATAAN TERBUKA
MAHASISWA ILMU KELAUTAN

Dengan ini Saya (Kami segenap) mahasiswa aktif Jurusan Ilmu Kelautan Menyatakan:

1.Tidak sepenuhnya mengakui dukungan pihak dekanat terhadap prestasi-prestasi yang telah dicapai Unit Kegiatan Kemahasiswaan (UKK), baik secara organisasi maupun individu.


2.Mempertanyakan dan menyesali adanya ketidakberpihakan dekanat dalam kegiatan akademis maupun non-akademis (kegiatan mahasiswa/ UKK). Pada Point Ini, terlihat jelas dengan adanya fasilitas mobil dinas mewah yang disediakan untuk semua dekanat, namun ironis, mobil maupun bis untuk kegiatan akademis seperti praktikum saja tidak ada, bahkan nampaknya tidak ada niatan untuk berpihak kepada mahasiswa.

3.Mempertanyakan ketidakadaan fasilitas pendukung proses pendidikan seperti pendingin ruangan (Air Conditioner/AC) pada gedung utama kuliah/ Gedung E dan Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM), sementara, di setiap ruangan dekanat dapat dipastikan fasiltas tersebut ada.

Kiranya, petisi-surat pernyataan terbuka ini merupakan buah dari kejanggalan-kejanggalan yang sangat tidak dapat dibanggakan dan terlihat jelas sebagai ironi menyedihkan dari berbagai kenyataan yang dihadapi Saya (Kami).

Tidaklah Saya (Kami) kurangi rasa hormat dan patuh Saya (Kami) terhadap pihak dekanat, dimana bagaimanapun juga, dekanat merupakan pendidik yang seharusnya Saya (Kami) teladani.

Sungguh Saya (Kami) tidak meminta pertanggunngjawaban maupun segala bentuk alasan yang kedepannya akan Saya (Kami) tidak pahami. Namun, demi Tuhan, jika ketiga (3) point tersebut diatas dapat diterima dan dijawab dengan tindakan-tindakan baik yang berpihak kepada mahasiswa, Saya (Kami) sungguh sangat berbahagia menjadi mahasiswa Ilmu Kelautan seutuhnya.


Semarang, 3 Juli 2011
Saya (Segenap), Mahasiswa Tingkat Akhir.

tertanda

M. Report
K2D007031


Tembusan:
Rektorat Yang Baik.
Senat Universitas Yang Saya (Kami) Tak Tahu.

Readmore »»

Senin, 16 Mei 2011

Seniorita Asistensi (part I)

Seniorita Asistensi (part I)
-inspired from reality & true story-

Sudah menjadi hal yang sewajarnya ketika pemahaman mata kuliah dilengkapi oleh adanya pendalaman teori dengan praktek secara langsung di lapangan maupun di ruang laboratorium atau biasa disebut praktikum. Selain bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dengan cara belajar dari pegalaman mempraktekkan ilmu pengetahuan yang didapat di ruang kuliah, praktikum juga dapat menjadi salah satu sumber ide untuk tugas akhir ataupun skripsi bagi mahasiswa tingkat akhir perkuliahan.

Diawal berdirinya sebuah fakultas biasanya praktikum mata kuliah, apapun mata kuliahnya baik mata kuliah eksak maupun non eksak tidaklah dibantu oleh mahasiswa senior yang dapat dipercaya dalam menkordinasikan dan membantu dalam proses praktikum, mahasiswa senior tersebut biasa disebut asisten dosen (ASDOS). Hal tersebut karena pada masa itu belumlah ada mahasiswa senior, selain itu dosen kordinator pengampu mata kuliah juga bertanggung jawab akan standarisasi praktikum yang baik dimana kedepannya akan dijalankan di fakultas tersebut.a

Namun yang ironis, belakangan ini, setelah praktikum di kordinasikan oleh ASDOS dimana notabene nya adalah mahasiswa senior yang pernah melakukan praktikum dan dianggap mampu membantu membimbing mahasiswa junior (baca; praktikan) dalam proses praktikum seakan mempersulit dan dirasa semena-mena dalam menjalankan amanahnya sebagai asisten dosen.

Tidak berlebihan, memang begitu realitanya. Sudah tidak terhitung jumlah mahasiswa yang sedikit frustasi akan hal tersebut, banyak contoh yang dapat dijadikan bukti akan hal tersebut, antara lain; kegiatan praktikum yang biasanya mempertimbangkan kondisi finansial yang ada, tidak jarang malah mengharuskan mahasiswa junior (baca; praktikan) untuk menggelontorkan dana yang tidak sedikit, padahal masih terdapat alternatif pertimbangan yang lebih efisien.

Kemudian ketika praktikum telah selesai dilaksanakan, tahapan selanjutnya adalah pembuatan laporan praktikum dimana sebelum laporan tersebut sampai ke meja dosen kordinator mata kuliah, sang ASDOS lah yang berhak memeriksa keabsahan laporan tersebut. Akan tetapi laporan bukanlah sekedar laporan hasil praktikum saja, namun harus melewati berbagai macam bentuk revisi. Jika masih dibatas wajar dan dapat dimaklumi akan revisi tersebut sangatlah relevan untuk segera memperbaiki laporan. Namun yang terjadi, tidak jarang hanya untuk meminta tanda tangan pengesahan saja, praktikan mau tidak mau harus mendahulukan kepentingan-kepentingan pribadi sang ASDOS, seperti letak posisi ASDOS yang jauh dari jangkauan praktikan bahkan sampai ada yang ke luar kota.

Sekiranya kejadian tersebut diatas hanyalah oknum ASDOS saja yang tega berbuat demikian. Sejatinya, ASDOS juga mahasiswa yang masih sama-sama belajar, namun apabila berlaku di luar kewajaran yang tidak jarang menimbulkan keresahan serta mempersulit keadaan merupakan tindakan yang kurang terpuji. Bukanlah seniorita asistensi yang memanfaatkan kewenangan untuk mengukur eksistensi pengakuan. Akan tetapi asistensi dalam arti sebenarnya, membantu dan membimbing degan baik dalam proses praktikum perkuliahan.

Bersambung ke "Mandeg" nya Unit Kegiatan Kemahasiswaan Ku...

Readmore »»

Minggu, 25 Juli 2010

Executif Summary of Mitigation Lecture
Mitigasi Banjir Rob Kota Semarang Menggunakan
Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografi
Oleh
Farhan pramudito K2D 007 031
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Jurusan Ilmu Kelautan 2007
Universitas Diponegoro


Curah hujan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, orde sungai dan litologi merupakan lima aspek fisik dasar yang dianggap berperan dalam penetapan kawasan berpotensi banjir, selanjutnya dengan penggabungan informasi dari kelima aspek tersebut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kawasan, yakni(1)kawasan rawan banjir, (2) kawasan berpotensi banjir, (3) kawasan relative aman banjir dan (4) kawasan aman banjir.

Dalam melakukan zonasi kawasan banjir, input datanya berupa peta-peta komponen lahan yang tersebut sebelumnya, (curah hujan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, orde sungai dan litologi), dan keluarannya adalah Peta Zona Kawasan Banjir. Contoh lain mengenai alur pikir pemrosesan data yang memerlukan pengetahuan khusus tentang suatu fenomena alam adalah analisis bahaya banjir rob terhadap pola genangan banjir rob. Seringkali Peta Bahaya banjir rob jarang tersedia bahkan tidak tersedia ataupun tidak lengkap, sehingga harus dilakukan dadakan yang kurang begitu valid. Persoalannya adalah, tidak semua peta tematik sesuai untuk jenis kajian ini. Di sinilah perlunya pemahaman tentang fenomena banjir rob untuk menentukan tema-tema yang relevan, berupa Peta Curah Hujan, Peta Lereng, Peta penggunaan lahan (land use) Peta Geologi/Tanah. Melalui proses overlay dan pengolahan data atributnya, gabungan peta tersebut akan menghasilkan Peta Bahaya Bnjir Rob Erosi. Dari sini dapat dilakukan zonasi bahaya Banjir Rob terhadap pola genangan banjir rob.

Proses overlay dan pengolahan data atribut merupakan salah satu tahapan dari pembuatan peta tersebut. Secara keseluruahn tahapannya adalah sebagai berikut:



1. Input : antara lain digitasi, scanning, transformasi data, konversi
data, dan koneksi dengan perangkat lain (input device).
2. Manajemen : antara lain pengelolaan basisdata, struktur data, kamus
data, metadata, standardisasi data, dan kontrol kualitas. Basisdata yang dimaksud berupa kumpulan data grafis dan atribut (table yang saling terkait menjadi tu kesatuan, yang dapat ditambah, diperbaiki, dan
dipanggil kembali secara tepat untuk berbagai keperluan.
3. Analisis/Proses : antara lain overlay, spatial joint, buffer, Digital Elevation Model (DEM), network, modelling, editing, kalkulasi dan
integrasi data, serta klasifikasi dan rektifikasi.
4. Presentasi/Output : meliputi map composition, print control quality, dan
interactive maps, yang dapat menampilan peta-peta
tematik (sintetik), tabulasi, dan sistem informasi spasial.

Dengan keterangan diatas, dapat dipahami bahwa pemanfaatan system informasi geografi dalam upaya mitigasi benca banjir rob kota Semarang dapat dilakukan dengan upaya secara dini, mulai dari pepengklasifikasian daerah banjir rob.

Upaya Mitigasi Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi Banjir Rob Semarang
Upaya Mitigasi Yang Dapat dilakukan untuk mengatasi banjir rob Semarang anatara lain yaitu:

1.Pembangunan saluran sabuk di Semarang Barat
2.Normalisasi banjir kanal barat
3.Peraturan kawasan terbangun di daerah hulu
4.Peraturan kawasan konservasi
5.PEmbuatan saluran drainase
6.Pembuatan saluran khusus limbah
7.Normalisasi saluran drainase
8.Perbaikan inlet (tempat masuk air)
9.Penyusunan peraturan daerah untuk bangunan bawah tanah infrastruktur PLN
10.Penyusunan peraturan daerah untuk bangunan bawah tanah infrastruktur PDAM
11.Penyusunan peraturan daerah untuk bangunan bawah tanah infrastruktur TELKOM
12.Penyuluhan terhadap masyarakat
13.Pembangunan saluran drainase nongrafitasi khusus di kali asin
14.Pembangunan saluran drainase nongrafitasi khusus di kali Baru dan kali banger
15.Pembuatan peraturan daerah khusus pengembangan wilayah pantai

Pada 15 (lima belas) kegiatan diatas merupakan kompbnasi anatara kegiatan yang dilakuakan oleh pemerintah pusat dlam hal ini kementerian yang bertanggun jawab dan mempunyai kewenangan akan bencana banjir rob kota Semarang dan kegiatan yang dilakukan oleh masyaraka local dalam hal ini adlah Semarang. Sudah menjadi hal nyata bahwa kegiatan tanpa ada kordinasi yang baik serta keharmonisasian didalamnya dalam arti bergerak sendiri-senidri tanpa ada kordinasi yang baik maka bias dipastikan akan menelan banyak biaya yang sia-sia.
Selanjutnya kegiatan yang berhun=bungan dengan upaya mitigasi bencana harus pula dikordinasikan dengan daerah-daerah sekitar kota Semarang terutama daerah hulu, yakni kabupaten Semarang dalam hal ini ungaran. Ungran yang berbasis sebagai kawaan dataran tinggi merupakan kawsasan yang juga bertanggung jawab akan daerah resapan air dan juga daerah aliran sungai, dimana pada muaranya terdapat di kota Semarang.
Adaptasi Yang Dilakukan Untuk Mengatsi Banjir Rob Kota Semarang antara lain:

1.membersihkan selokan
2.membuat system pemebuangan sampah
3.membuat tempat pembuangan sampah
4.membuata katup pengauran drainase maupun saluran by-pass
5.memindahkan rumah (relokasi mandiri)
6.penghutanan kembali tangkapan air hujan
7.membuat daerah hijau untuk menyerap air tanah
8.melakukan kordinasi dengan wilayah-wilayah lain dalam perencanaan kegiatan mitigasi banjir
1.rob kota Semarang
9.relokasi oleh pemerintah
10.peninggian lahan tambak
11.penanaman tumbuhan penghambat laju banjir rob
12.pembuatan rumah panggung
13.pemanfaatan lahan banjir rob (kolam pemancingan)
14.pemanfaatan lahan banjir rob untuk budidaya ikan
15.pemnfaatan lokasi banjir rob untuk kegiatan wisata

dari adapatasi diatas kebanyakan merupakan kegiatan yang dilakaukan oleh masyarakat, diamana kegiatan tersebut sebagai bentuk usaha dan penyesuaian diri terhadapa kondisi yang ada yaitu banjir rob kota Semarang. Adaptasi-adaptasi tersebut dilakuakan ada yang bersifat sementara dan ada yang bersifat permanen. Hal yang bersifat sementara adalah, dimana adapatasi itu akan berubah menurut kondisi terakhir banjir orb kota smerang. Seperti pembangunan maupun peninggian rumah. Selanjutnya hal yang bersifat permanen merupakan pindah atau relokasi ke daerah yang sama sekali tidak terkana banjir rob kota Semarang, dalam hal ini dapat pindah ke dearah tembalang yang terletak di kawasan perbukitan.


Bahan acuan:
J. Susetyo Edy Yuwono (Jurusan Arkeologi Fib-Ugm .Kontribusi Aplikasi Sistem Informasi Geografis (Sig) Dalam Berbagai Skala Kajian Arkeologi Lansekan

www.kabar Indonesia.com, Segala Sesuatu tentang Banjir di Kota Semarang
Oleh : Dr. Dito Anurogo | 15-Jun-2009, 11:45:25 WIB. Diakses pada tanggal 12 Juli 2010 pukul 21.45.

Novitaningtyas, Indri. Tugas Akhir. Keterkaitan Kemampuan Masyarakat Dan Bentuk Mitigasi Banjir Di Kawasan Pemukiman Kumuh (Studi Kasus: Kelurahan Tanjungmas, Kec. Semarang Utara Kota Semarang). Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang. 2008.

Readmore »»

Minggu, 21 Desember 2008

Tugas Avertebrata

I.Kata Pengantar

Syukur Alahmdulillah kami haturkan kehadirat Allah Ta’ala atas ridho dan petunjuk-Nya, kekuatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas denagn judul : Kopepoda
Kami menyadari betul bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharap kritik saran dan masukan yang sifatnya membangun demi kesumpurnaan tugas ini. Harapan kami semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kami serta pembaca


I.Pendahuluan
Kopepoda adalah grup crustacea kecil yang dapat ditemui di laut dan hampir di semua habitat air tawar dan mereka membentuk sumber terbesar protein di samudra. Banyak spesies adalah plankton, tetapi banyak juga spesies benthos dan beberapa spesies kontinental dapat hidup di habitat limno-terestrial dan lainnya di tempat terestrial basah, seperti rawa-rawa
II.Protein Pada Kopepoda
Kopepoda adalah kelompok zooplankton yang merupakan komponen penting dalam rantai makanan dalam suatu ekosistem perairan. Dalam industri pembenihan ikan laut dewasa ini, kopepoda mulai banyak dimanfaatkan sebagai pakan alami. Tipe gerakannya yang zigzag, meluncur pendek atau patah patah, maka secara visual kopepoda banyak menarik perhatian berbagai jenis ikan dari pada ke rotifer. Kopepoda cocok bagi makanan larva ikan karena disamping mempunyai nilai nutrisi yang tinggi juga mempunyai ukuran tubuh yang bervariasi sehingga sesuai dengan berbagai tingkat perkembangan larva ikan
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa kopepoda dapat meningkatkan pertumbuhan yang lebih cepat terhadap larva ikan laut dibandingkan dengan Brachionus plicatilis dan Artemia. Menurut WATANABE et al. (1983) serta ALTAFF and CHANDRAN (1989), kopepoda kaya akan protein, lemak, asam amino esensial yang dapat meningkatkan daya reproduksi induk, mempercepat pertumbuhan, meningkatkan daya tahan tubuh serta mencerahkan warna pada udang dan ikan. Keunggulan kopepoda juga telah diakui oleh beberapa peneliti lain, karena kandungan DHAnya yang tinggi, kopepoda dapat menyokong perkembangan mata dan meningkatkan derajat kelulushidupan yang lebih baik bagi larva
DHA (Docosahexaenoic acid), salah satu jenis asam lemak tak jenuh (HUFA=Highly Unsaturated Fatty Acid) yang merupakan asam lemak esensial bagi larva ikan laut. Larva ikan yang diberi pakan kopepoda mempunyai derajat kelulushidupan yang lebih tinggi serta pertumbuhan yang lebih cepat dari pada larva ikan yang hanya diberi makan rotifera saja. Kopepoda juga mempunyai kandungan lemak polar yang lebih tinggi dibandingkan dengan Artemia sehingga dapat menghasilkan pigmentasi yang lebih baik bagi larva ikan

III. Timbulnya penyakit yang disebabkan oleh kopepoda jenis Argulus sp.

Kopepoda adalah golongan udang renik yang sering menyerang tubuh ikan bagian luar dan insang. Parasit ini dapat hidup di air tawar maupun air asin dan sangat sulit dikontrol. Anggota kopepoda yang bukan parasit sering berperan sebagi inang perantara dari parasit cacing. Banyak parasit Kopepoda yang menembus daging ikan tanpa dapat dicegah oleh perlakuan kimia. Parasit ini mempunyai siklus hidup yang rumit
Argulus sp. adalah sejenis udang renik yang termasuk ke dalam famili Argulidae dan merupakan ektoparasit. Organisme ini mem­punyai bentuk tubuh bulat pipih seperti kutu, sehingga sering disebut kutu ikan (fish louse). Tubuhnya dilengkapi dengan alat yang dapat digunakan untuk mengaitkan tubuhnya pada insang dan mengisap sari makanan.
Serangan parasit ini umumnya tidak menimbulkan kematian pada ikan sebab ia hanya mengisap darahnya saja sehingga ikan menjadi kurus. Luka bekas alat pengisap ini merupakan bagian yang mudah iserang oleh bakteri atau jamur. Infeksi sekunder inilah yang bisa menyebabkan kematian ikan secara massal
Ciri-ciri ikan yang terserang argulus adalah tubuhnya terlihat menjadi kurus bahkan sangat lemah karena kekurangan darah. Bekas serangannya dapat terlihat berwarna kemerah-merahan, karena terjadi pendarahan. Jika terjadi serangan secara besar-besaran, maka Argulus sp.akan terlihat membentuk koloni di sekitar sirip dan insang









Argulus sp. Dilihat dari bawah Argulus sp. Dilihat dari atas
IV.Penutup

Pada tugas ini kita dapat menyimpulkan, bahwasannya kopepoda selain mempunyai keuntungan yang diduga bahkan sudah dibuktikan memilki kandungan proteinb melebihi protein yang terkandung dalam artemia, juga dapat menjadi pearsit yang bisa dikatan merugikan yaitu yang terjadi pada ikan.

V.Daftar pustaka

ALTAFF, K and M. R. CHANDRAN 1989. Sex related biochemical investigation of the diaptomid Heliodiaptomus viduus (Gurney) (Crustacea: Copepoda). Proc. Indian Sci. Acad. (Animal Sci.). 98 : 175-179.
AMAN, S. and K. ALTAFF 2004. Biochemical profile of Heliodiaptomus viduus, Sinodiaptomus (Rhinediaptomus) indicus, and Mesocyclops aspericornis and their dietary evaluation for postlarvae of Macrobrachium rosenbergii. Zoological Studies 43 (2) : 267-275.
LAVENS, P. and P. SORGELOS 1996. Manual on the production and use of live food for aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. No. 301: 295 pp.
KUHLMANN, D., G. QUANTATZ and U. WITT 1981. Rearing of turbot larva (Scopthalmus maximus) on cultured food organisms and postmetamorphosis growth on natural and artificial food. Aquaculture 23 : 183-196.
SHIELDS, R. J., J.G.BELL., F.S.LUIZI., B.GARA., N.R. BROMAGE and J.R. SARGENT 1999. Natural copepods are superior to enriched Artemia nauplii as feed for Halibut larvae (Hippoglossus hippoglossus) in term of survival, pigmentation and retinal morphology; relation to dietary essential fatty acids. Journal of nutrition 129 : 1186-1194.
WATANABE, T., C. KITAJIMA., S. FUJITA 1983. Nutrional value of live organisms used in Japan for mass propagation of fish: a review. Aquaculture 34 : 115-143.

Readmore »»

Sabtu, 20 Desember 2008

Avertebrata

Laporan Tugas Avertebrata

Satu spesies baru pada genus Neopetitia ( Polychaeta, Syllidae, Eusylline ) Dari Tenerife, dengan modifikasi acicular chaetyae pada pejantan
Rodrigo Riera – Jorge Nunez – Maria del Carmen Brito
Abstrak
Satu spesies baru pada Neopetitia San Martin, 2003 menggambarkan Intertidal dan Subtidal dangkal – hingga ke dasar di Stasiun timur dan barat pesisir Tenerife, Pulau Canary. Spesies baru ini, mempunyai karakter yang ditandai dengan keberadaan acicular chaeta yang bermodifukasi pada pejantannya.

Kesimpulan
Kesimpulan pada jurnal ini adalah bahwasannya telah ditemukan spesies baru yaitu N. Abadensis yang bisa memisahkan dari dua spesies yang lainnya yaitu N. Amphophthalma dan N. Occulta. Yang membedakan dari yang lainnya adalah keberadaan chaeta modifikasi pada pejantan.

Referensi

Ding D, Westheide W (1997) New records and descriptions of tidal
and subtidal syllid species (Polychaeta) from the Chinese coast.
Bull Mar Sci 277–292
San Martín G (2003) Annelida, Polychaeta II: syllidae. En Fauna
Ibérica, vol 21. In: Ramos MA, Alba J, Bellés X, Gosálbez J,
Guerra A, McPherson E, Serrano J, Templado J (eds) Museo
Nacional de Ciencias Naturales, CSIC, Madrid
Siewing R (1956) Petitia amphophthalma n. gen. n. sp., ein neuer
Polychaet aus dem Sandlückensystem. Vie Milieu 6:413–425
Soosten C von, Schmidt H, Westheide W (1998) Genetic variability
and relationships among geographically widely separated populations
of Petitia amphophthalma (Polychaeta: Syllidae). Results
from RAPD-PCR investigations. Mar Biol 131:659–669
Westheide W, Hass-Cordes E (2001) Molecular taxonomy: description
of a cryptic Petitia species (Polychaeta: Syllidae) from the island
of Mahé (Seychelles, Indian Ocean) using RAPD markers and
ITS2 sequences. J Zool Syst Evol Res 39:103–111

Readmore »»